Setelah lebih dari 2 tahun menikah. Saya baru menyadari bahwa pernikahan adalah sesuatu yang harus disikapi dengan pola pandang yang jauh berbeda dari masa-masa lajang. Pernikahan adalah sesuatu yang baru. Sebuah dunia yang baru, suami dan istri harus menyadari hal ini. Ini adalah dunia mereka berdua, bukan dunia sang suami, atau dunia sang istri saja. Masing-masing harus meninggalkan bayang-bayang perilaku dan pemikiran mereka ketika melajang, ketika menjadi anak laki-laki/perempuan bapak anu. Hilangkan kosa kata “ saya dulu waktu sama ibu…….”, “orang tua saya dahulu selalu….” , terutama ketika kita berbicara tentang kebiasaan. Sebagai contoh: mungkin ketika kita lajang atau berstatus sebagai anak, penyelesaian masalah dirumah kita selalu diakhiri dengan suara keras dari ayah atau cubitan nyelekit dari ibu; atau dikarenakan dominasi sang ayah sehingga anggota keluarga tidak berani bersuara. Ketika menikah, hilangkanlah jejak bayang-bayang masa lalu di keluarga kita. Jadilah diri kita yang baru, jadilah “kami” yang baru. Tumbuhkanlah sikap yang baru, pemikiran yang baru. Hilangkanlah pesimisme yang muncul dari jejak masa lalu, contonhya seperti ucapan “……sepertinya saya tidak bisa menjadi seperti itu karena dari dulu saya di didik oleh orang tua seperti ini…”. Hal ini sepatutnya difahami dan disadari oleh suami dan istri, bukan hanya oleh satu pihak saja. Karena pernikahan harus di fahami oleh suami dan istri sebagai sebuah kerjasama untuk menuju syurganya ALLAH. Bukan hanya sebuah pelabuhan akhir cinta, atau singgasana cinta, akan tetapi jauh lebih daripada itu. Didalam pernikahan yang berorientasi syurga ALLAH SWT, seluruh aktivitasnya bernilai ibadah, tidak ada kerugian didalamnya. BAhkan dalam sebuah hadits disampaikan bahwa canda suami-istri merupakan sebuah ibadah yang dicatat sebagai kebaikan di sisi ALLAH SWT. Berarti, pusingnya suami/istri mendidik pasangannya agar mencintai ALLAH SWT akan berbuah pahala, lelahnya suami/istri guna membahagiakan pasangannya juga bernilai ibadah, pengorbanan istri/suami ketika harus meninggalkan sebuah kebiasaan guna menyelamatkan rumah tangga, kesemuanya merupakan sesuatu yang bernilai dan berharga di sisi ALLAH SWT.
1 komentar:
yup, bener ustadz. melatih kemampuan beradaptasi :D
Posting Komentar