Kebahagiaan manusia datang dari dalam diri sendiri dengan berbagai pilihan "ukuran".
Ada yang bahagia dengan punya banyak uang, ada juga yang bahagia dengan kemampuannya yang bisa tidur dimana dan kapan aja, ada yang bahagia karna jarang banget sembelit, ada yang bahagia karna bisa makan 3 kali hari ini, dan beragam ukuran lainnya.
Sehingga selayaknya menjadi kesadaran bahwa bahagia itu bersifat subjektif.
Sehingga saya sangat memahami ketika ada yang berpendapat :
"Kebahagiaan dia bukan tanggung jawab saya. Dia dan saya seharusnya bahagia secara individu masing-masing, kemudian kita bersama berbagi rasa kebahagiaan itu.
Kalau dia menempatkan tanggung jawab kepada saya untuk membuat dia merasa bahagia, sementara dia sendiri nggak ngerti apa yang membuat dirinya bahagia, itu namanya egois, dan nggak baik untuk kelanjutan dari sebuah hubungan.
Hubungan apapun bentuknya"
Sebuah kalimat yang sederhana tapi patut direnungkan. Apakah kita sudah memahami "kebahagiaan" kita, apa dan bagaimana?
Didalam alquran , Allah menyampaikan :
"Dengan mengingat Allah, maka hati akan merasa tentram/tenang"
Secara tidak langsung kalimat diatas memberitahukan bahwa kebahagiaan hadir dalam bentuk "ketenangan" yang terjadi tatkala "mengingat/zikr Allah" dilakukan.
So pemahaman kesehariannya bisa saja berbentuk manankala kita dapet omset ratusan juta sebulan tapi nggak menghadirkan "Allah" dalam kondisi itu, ya nggak kan nemu bahagia, tapi mungkin hanya muncul euforia dan hilangnya ketenangan dalam diri.
Faham ndak maksud saya
Coba sama-sama kita fikirkan dan,
temukan bahagiamu...
Wallahu a'lam bishshowaab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar