Jumat, 16 Maret 2018

Poligami (lagi)




Modal utama menjalankan pernikahan adalah sehat mental, (financial bukan modal utama loh yah) dan ini berlaku untuk pernikahan "monogami" dan "poligami".

Dengan kondisi sehat mental, bahkan pernikahan dapat dijadikan "kendaraan" meraih pencapaian financial tanpa batas, dan sebaliknya meski kondisi financial berlebih jika stamina mentalnya kurang maksimal, maka keguncangan pernikahan bakal sering terjadi.

Selama ini kita mengira
seseorang yang sudah berlebih financialnya otomatis punya peluang mengambil pilihan poligami. Padahal belum tentu, sangat bisa terjadi seorang laki-laki yang berpenghasilan biasa namun stamina mentalnya sangat prima, jauh lebih amanah menjalankan poligami, bahkan pernikahan poligaminya dapat meningkatkan financial dia bersama istri-istrinya secara signifikan, penempatan hak dan kewajiban secara adil pun dapat ditegakkan dan semua istri dan anak-anaknya pun bahagia.

Dan sebaliknya laki-laki yang memiliki penghasilan berlebih namun mentalnya sangat rapuh, justru akan sangat tidak amanah menjalankan poligami, bahkan bisa jadi materi berlebih yang dia miliki akan habis tidak jelas karena dengan modal mental yang rapuh dia akan gagal menempatkan hak dan kewajiban sesuai porsinya.

Seseorang yang dah jelas masuk kategori mental disorder dimana saat menjalankan pernikahan "monogami" saja begitu kepayahan memfasilitasi kesehatan mental istrinya, tentu saja dilarang keras memaksakan diri melakukan "poligami", dan istri sangat dianjurkan untuk menahan suaminya melakukan poligami jika sudah jelas-jelas selama menjalankan monogami banyak terjadi ketidakadilan, dan suami selalu gagal menjaga kesehatan mental istri selama masih menjalankan pernikahan monogami. Jangan sampai istri ke 1 menjadi pendukung suami masuk neraka loh yaa karena membiarkan poligami. Jalan surga via poligami itu bukan asal sedih dan nerima lalu masuk surga, bukaaaaan. Cateettt yaa para istri.

Mengapa sehat mental istri begitu penting ?

Karena, kesehatan mental istri akan menjadi media tumbuh kembang anak-anaknya, suami yang memiliki kemampuan memfasilitasi kesehatan mental istrinya, mangga silakan poligami, insya allah ... semua amanah, karena istri ke 1 yang sehat mentalnya akan dapat membantu suami menjaga stabilitas sakinah dengan istri-istri lainnya. Dengan kondisi seperti itu anak-anak dari masing-masing istri akan diurus total oleh istri-istrinya dengan penuh kasih sayang, dan anak-anak yang diurus penuh kasih sayang akan menjadi generasi yang luar biasa.

Dan apa yang terjadi jika kesehatan mental istri diabaikan lalu main tabrak saja poligami ? Sudah bisa dipastikan kesehatan mental para istri remuk, dan istri yang mentalnya rusak, akan susah sekali mengasuh anak dengan fokus, rasa kasih sayang pun hilang. Maka otomatis tumbuh kembang generasi jadi taruhannya. Anak-anak yang tumbuh dari seorang ibu yang rusak mentalnya banyak memiliki perilaku menyimpang di masa depan. Jika sudah seperti itu, syiar Islam seperti apakah yang ingin dibawa ? Yang ada malah mencoreng misi Poligami yang Allah tetapkan.

So.. para bapa, jangan terburu nafsu menjalankan sunnah yang ini, jangan sampe mati-matian mengejar yang sunnah lalu mengabaikan yang wajib yaitu meningkatkan kestabilan pernikahan yang pertama.

Berhati-hatilah dengan sunnah yang ini, karena baik dan rusaknya nama Islam ada di tangan anda

Wallahu'alam
Oleh : Rena Puspa

*Posted using my iPhone 5s

Tidak ada komentar:

Posting Asyik hari ini

Bahagia itu Rumit

Temen-temen semua *BAHAGIA ITU (nggak) RUMIT* Cukup merubah mindset kita dengan mengatakan: Alhamdulillah , lalu mulailah mempe...