Senin, 06 Januari 2020

Harga Teman

"Vi, aku beli keripik pisangmu ya? Berapa sekilonya?"

"Lima puluh ribu Lan." Sambil membungkus keripik pisang aku membalas WA dari temanku Lani. "Dih, kok mahal banget sih?" Dia membalas diikuti dengan emotikon menepuk wajah. "Iya Lani, harga aslinya malah lima puluh lima ribu tapi aku kasih harga teman buat kamu deh.." "Yaelah sama teman sendiri kok diskonnya cuma lima ribu sih Vi? Empat puluh ribu ya per kilo, aku ambil 2 kilo buat oleh-oleh ke mertua."

"Maaf Lani, kalau segitu nggak bisa kan kamu tahu sendiri bahan-bahan yang aku pakai berkualitas semua. Empat puluh delapan ribu gimana? Itu udah mepet banget untungnya."

"Ya sudahlah, tapi antar ke rumah sekarang ya Vi soalnya aku masih beres-beres mau berangkat ke kampung mertua."

"Oke siap, setengah jam lagi ya Lan?"
Hanya dibaca tidak dibalas.

Setengah jam kemudian di tengah gerimis, aku memacu motor bututku ke rumah Lani, tak lupa gadis kecilku dalam gendongan.
Setelah sampai di depan pintu gerbang rumahnya yang tinggi aku memencet bel, 10 menit belum dibuka, tangan kecil putriku sudah dingin.

"Eh kamu Via, maaf ya lama bukain pintunya. Itu anak-anakku lagi ribet banget. Oiya ini Vi uangnya, makasih ya?"
Lalu aku pun pamit, Lani bahkan tak menyuruhku masuk ke dalam rumah yang digarasinya ada dua mobil mewah.
Kubuka lipatan uang yang diberikan Lani, pas sembilan puluh enam ribu.
Alhamdulillah.

Sampai rumah aku disambut suamiku yang sedang duduk di kursi rodanya, ada rasa sedih dan kuatir di wajahnya.
Ya, kecelakaan kerja setahun yang lalu membuatnya tidak bisa berjalan.
Kini akulah tulang punggung keluarga kecil ini, berharap rezeki pada Alloh subhanahu wata'ala dengan berdagang keripik pisang.

Dari dulu aku memang sudah berjualan keripik pisang, bedanya sekarang ini menjadi satu-satunya penghasilan.
Ibuku yang mengajarkannya padaku, sejak aku masih gadis.
Ibu bilang harus pakai bahan yang berkualitas, jangan sembarangan biar orang suka dan jadi langganan. Sudah banyak pelangganku, beberapa adalah reseller dan aku juga membuat bungkusan kecil lalu kutitipkan di toko-toko atau warung.

Sewaktu suamiku masih bekerja aku menabungkan seluruh penghasilanku dari berjualan, kami hidup sehari-hari dari gaji suami.
Aku sudah berencana akan membeli sebuah rumah tipe 30 di perumahan baru dekat dengan kontrakan yang aku tempati sekarang, tinggal sedikit lagi mungkin tiga tahun lagi jika aku berhemat dengan ketat dan semakin rajin berjualan aku bisa membeli rumah itu tanpa kredit.
Tapi sekarang tabunganku habis, ludes tak bersisa.
Hampir tiga bulan suamiku dirawat di rumah sakit, terapi-terapi dan obat-obatan yang harganya mahal tak mampu membuat suamiku kembali berjalan.
Berkali-kali juga suami minta pulang ke rumah orangtuanya karena merasa jadi beban buatku, sudah habis rasa percaya dirinya sebagai laki-laki kepala rumah tangga.
Tapi aku tidak mau, dia adalah suami dan ayah dari putri kecilku, selamanya aku akan merawatnya.

"Basah kamu Dek?"

"Iya Mas sedikit, nggak apa-apa kok. Titip Tiara sebentar ya Mas, aku ganti baju dulu."
Lalu kusodorkan Tiara ke pangkuan suamiku, kudengar Tiara mengoceh mencoba mengobrol dengan ayahnya.

Sambil mengganti baju, kuusap air mata yang menetes di pipi.
Hati ini kadang sedih, nelongso jika melayani pembeli yang menawar daganganku dengan sadis.
Bukan, bukan karena aku pedagang baperan.
Tapi untung yang sedikit itu aku pakai untuk menafkahi suami dan anakku, sekarang Tiara masih berumur dua puluh bulan, masih belum banyak pengeluaran kami. Hanya saja suamiku masih terapi, aku butuh biaya untuk itu walaupun suamiku terkadang tidak mau kuantarkan terapi.

Bagi pedagang kecil sepertiku, bukan mobil mewah yang ingin kubeli, tapi aku hanya ingin mengobati suamiku.
Membuatnya kembali berjalan dan melihat wajahnya kembali ceria karena semenjak kecelakaan, tak kudengar lagi tawa dan senda guraunya, suamiku sangat merasa bersalah padaku dan Tiara.

Dalam setiap sujudku aku selalu berdoa semoga Alloh subhanahu wata'ala melapangkan rezekiku, menyehatkan badanku dan memberi kesempatan pada suamiku untuk kembali bisa berjalan.

#TerinspirasiDariKisahNyata

Pesan moralnya : Belilah dagangan temanmu tanpa harus meminta harga teman.

Sumber : copas grup w.a

Tidak ada komentar:

Posting Asyik hari ini

Bahagia itu Rumit

Temen-temen semua *BAHAGIA ITU (nggak) RUMIT* Cukup merubah mindset kita dengan mengatakan: Alhamdulillah , lalu mulailah mempe...